Photobucket
Google
Hai Teman-Teman.. Ada Bisnis Menarik Nih. !! Kita Bisa Mendapatkan Rp.277 Juta Rupiah Dengan Modal 100% GRATIS Info Lengkapnya Kunjungi : http://www.komisiGRATIS.com/?id=mrjj

Jumat, 30 November 2007

Apa yang Kita Sombongkan?

Seorang pria yang bertamu ke rumah Sang Guru tertegun keheranan. Dia melihat Sang Guru sedang sibuk bekerja; ia mengangkuti air dengan ember dan menyikat lantai rumahnya keras-keras. Keringatnya bercucuran deras. Menyaksikan keganjilan ini orang itu bertanya, “Apa yang sedang Anda lakukan?”

Sang Guru menjawab, “Tadi saya kedatangan serombongan tamu yang meminta nasihat. Saya memberikan banyak nasihat yang bermanfaat bagi mereka.


Mereka pun tampak puas sekali. Namun, setelah mereka pulang tiba-tiba saya merasa menjadi orang yang hebat. Kesombongan saya mulai bermunculan. Karena itu, saya melakukan ini untuk membunuh perasaan sombong saya.”

Sombong adalah penyakit yang sering menghinggapi kita semua, yang benih-benihnya terlalu kerap muncul tanpa kita sadari. Di tingkat terbawah, sombong disebabkan oleh faktor materi. Kita merasa lebih kaya, lebih rupawan, dan lebih terhormat daripada orang lain.

Di tingkat kedua, sombong disebabkan oleh faktor kecerdasan. Kita merasa lebih pintar, lebih kompeten, dan lebih berwawasan dibandingkan orang lain.

Di tingkat ketiga, sombong disebabkan oleh faktor kebaikan. Kita sering menganggap diri kita lebih bermoral, lebih pemurah, dan lebih tulus dibandingkan dengan orang lain.

Yang menarik, semakin tinggi tingkat kesombongan, semakin sulit pula kita mendeteksinya. Sombong karena materi sangat mudah terlihat, namun sombong karena pengetahuan, apalagi sombong karena kebaikan, sulit terdeteksi karena seringkali hanya berbentuk benih-benih halus di dalam batin kita.

Akar dari kesombongan ini adalah ego yang berlebihan. Pada tataran yang lumrah, ego menampilkan dirinya dalam bentuk harga diri (self-esteem) dan kepercayaan diri (self-confidence) . Akan tetapi, begitu kedua hal ini berubah menjadi kebanggaan (pride), Anda sudah berada sangat dekat dengan kesombongan. Batas antara bangga dan sombong tidaklah terlalu jelas.

Kita sebenarnya terdiri dari dua kutub, yaitu ego di satu kutub dan kesadaran sejati di lain kutub. Pada saat terlahir ke dunia, kita dalam keadaan telanjang dan tak punya apa-apa. Akan tetapi, seiring dengan waktu, kita mulai memupuk berbagai keinginan, lebih dari sekadar yang kita butuhkan dalam hidup. Keenam indra kita selalu mengatakan bahwa kita memerlukan lebih banyak lagi.

Perjalanan hidup cenderung menggiring kita menuju kutub ego. Ilusi ego inilah yang memperkenalkan kita kepada dualisme ketamakan (ekstrem suka) dan kebencian (ekstrem tidak suka). Inilah akar dari segala permasalahan.

Perjuangan melawan kesombongan merupakan perjuangan menuju kesadaran sejati. Untuk bisa melawan kesombongan dengan segala bentuknya, ada dua perubahan paradigma yang perlu kita lakukan. Pertama, kita perlu menyadari bahwa pada hakikatnya kita bukanlah makhluk fisik, tetapi makhluk spiritual. Kesejatian kita adalah spiritualitas, sementara tubuh fisik hanyalah sarana untuk hidup di dunia. Kita lahir dengan tangan kosong, dan (ingat!) kita pun akan mati dengan tangan kosong.

Pandangan seperti ini akan membuat kita melihat semua makhluk dalam kesetaraan universal. Kita tidak akan lagi terkelabui oleh penampilan, label, dan segala “tampak luar” lainnya. Yang kini kita lihat adalah “tampak dalam”. Pandangan seperti ini akan membantu menjauhkan kita dari berbagai kesombongan atau ilusi ego.

Kedua, kita perlu menyadari bahwa apa pun perbuatan baik yang kita lakukan, semuanya itu semata-mata adalah juga demi diri kita sendiri.

Kita memberikan sesuatu kepada orang lain adalah juga demi kita sendiri.

Dalam hidup ini berlaku hukum kekekalan energi. Energi yang kita berikan kepada dunia tak akan pernah musnah. Energi itu akan kembali kepada kita dalam bentuk yang lain. Kebaikan yang kita lakukan pasti akan kembali kepada kita dalam bentuk persahabatan, cinta kasih, makna hidup, maupun kepuasan batin yang mendalam. Jadi, setiap berbuat baik kepada pihak lain, kita sebenarnya sedang berbuat baik kepada diri kita sendiri. Kalau begitu, apa yang kita sombongkan?
sumber:www.motivasi.web.id

selengkapnya >>>

Bismillahhirrahmannirrahim

Jangan lupa dan selalu praktekkan :

1.Bismillahhirrahmannirrahim:pada tiap-tap hendak melakukan sesuatu.
2.Alhamdulliah:pada tiap-tiap habis melakukan sesuatu.
3.Astagfirrullah:jika tersilap mengatakan sesuatu yang buruk.
4.Isyaallah:jika ingin melakukan sesuatu pada masa akan datang.
5.Lahaulawalaquataillahbillah:bila tidak dapat melakukan sesuatu yang agak berat atau melihat sesuatu yang buruk.
6.Innalillah:jika menghadapi musibah atau melihat kematian.
7.Laailaahaillallah:bacalah sepanjang siang dan malam sebanyak-banyaknya.

sumber: www.motivasi.web.id

selengkapnya >>>

Sabtu, 24 November 2007

Pendengar yang Baik

Menjadi pendengar yang baik
________________________________________
Seni mendengarkan tak kalah pentingnya dengan seni berbicara. Nah, untuk menjadi pendengar yang baik, tidak salah dicoba kiat berikut ini :


*persiapan diri
Bisa dilakukan dengan membaca bahan-bahan atau pokok pikiran yang bisa menjadi penunjang

*Gambaran secara menyeluruh
Tangkaplah kata-kata kunci dan konsep yang menggambarakan “hutan”-nya bukan “pohon”-nya. Jangan dilupakan detailnya yang akan memperjelas gambaran.

*Jadilah pendengar yang aktif
Pusatkan perhatian pada apa yang diucapkan si pembicara, intisarikan apa yang menjadi pesan dari topic pembicaraannya kemudian ajukan pertanyaan atau tanggapan yang perlu untuk memastikan apakah anda sudah jelas memahaminya.

*konsentrasi
Jangan biarkan anda melayang ke mana-mana. Konsentrasikan, hanya pada pembicaraan yang sedang berlangsung.

*Tunjukkan kesungguhan
Tunjukkan sikap kesediaan mendengar dengan menatap pembicara, mengangguk, dan memberi tanggapan.

*Mengatasi gangguan
Atasi gangguan (missal orang keluar masuk ruangan) dengan memusatkan perhatian pada pembicaraannya. Jangan terjebak dengan memusatkan perhatian pada gaya, penampilan, atau pakaian si pembicara!

*Buat catatan
Catatlah kata-kata kunci, ungkapan, dan ide yang belum jelas untuk ditanyakan nanti. Tapi jangan tulis semua kata-kata yang diucapkan si pembicara!

*Melawan kebosanan
Lawan kebosanan dengan sesuatu yang berharga, yang dibangun dari pesan-pesan si pembicara meskipun kelihatannya bodoh. Bisa juga dengan memperhatikan kata atau ungkapan yang menarik untuk dijadikan bahan evaluasi.

*Rendah hati
Tempatkan diri anda pada kedudukan si pembicara, besikaplah terbuka, sabar, dan jangan terbawa emosi.

sumber : intisari


selengkapnya >>>

PENGUNJUNG YANG MAMPIR